Geliat industri keuangan syariah di Indonesia terus berkembang pesat meski dalam masa pandemi. Produk dan jasa keuangan syariah banyak diminati oleh masyarakat. Bahkan, pada tahun 2021 ini industri keuangan syariah Indonesia menempati posisi kedua terbesar di dunia setelah Malaysia.
Dikutip dari laman Kemenkeu.go.id, bahwa sektor keuangan syariah berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kebutuhan keuangan syariah bukan hanya menyangkut pada preferensi terkait agama. Namun, lebih dari itu keuangan syariah memilih fungsi dan tujuan lain.
Peran Industri Keuangan Syariah
Ada tiga fungsi industri keuangan syariah dalam ekonomi. Pertama, industri keuangan syariah dapat menjadi wadah intermediasi dalam pembangunan ekonomi nasional seperti penyediaan pembiayaan sektor produktif. Kedua, industri keuangan syariah juga berperan dalam menghimpun dana dari berbagai sumber, diantaranya:
- Investor syariah yang berasal dari negara GCC (The Gulf Cooperation Council) yang terdiri dari Bahrain, Oman, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi.
- Investor konvensional internasional dan ASEAN yang mencari alternatif portofolio investasi berbasis syariah;
- Investor dari dunia Barat yang berinvestasi pada proyek yang etis dan bersifat sosial.
Fungsi ketiga, industri keuangan syariah dapat mendorong tabungan domestik untuk membantu pendanaan pada proyek-proyek nasional. Hal ini juga turut mempengaruhi iklim investasi sesuai syariah. Dengan jangkauan luas ke semua segmen masyarakat, termasuk kalangan yang kurang mampu. Peran keuangan syariah sangat berkontribusi besar bagi semua lapisan masyarakat.
Tantangan dalam Memajukan Industri Keuangan Syariah
Sejalan dengan kemajuannya, sektor keuangan syariah juga memiliki tantangan yang harus dihadapi ke depan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menyebutkan ada enam tantangan utama dalam mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Berikut tantangan sektor keuangan syariah yang dikutip dari laman CNBC Indonesia, antara lain:
1. Pangsa pasar
OJK mengakui bahwa pangsa pasar jasa keuangan syariah masih relatif kecil. Oleh karena itu, perbankan syariah didorong untuk lebih menyediakan kebutuhan keuangan dalam pengembangan industri halal serta Lembaga Keuangan Syariah.
2. Permodalan
Tantangan sektor keuangan syariah berikutnya adalah permodalan. Menurut OJK, hanya ada 6 bank syariah yang memiliki modal di bawah Rp 2 triliun dari total 14 bank umum syariah per Desember 2020.
3. Terbatasnya Sumber Daya Manusia
Masalah yang dihadapi berikutnya adalah terbatasnya sumber daya manusia. Saat ini, sektor keuangan syariah sangat membutuhkan SDM yang handal dan memiliki kompetensi tinggi. Tentunya, semua SDM yang terjun dalam bidang keuangan syariah minimal telah memiliki sertifikasi. Untuk mendapatkannya, maka para pelaku industri keuangan islami bisa mengikuti pelatihan melalui lembaga sertifikasi terpercaya. Salah satunya adalah lspkeuangansyariah.com yang telah mendapatkan izin lisensi dari BNSP sejak 18 Mei 2016.
4. Produk yang Belum Kompetitif dengan Keuangan konvensional
Sektor keuangan syariah harus bisa mendiversifikasikan produknya. Selain Itu, masalah business matching juga menjadi hal yang sangat krusial.
5. Rendahnya Research dan Development
Sektor keuangan syariah harus mampu mengembagkan produk dan layanan lebih inovatif. Dengan adanya PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI), yang merupakan bank hasil merger tiga bank syariah BUMN, yakni PT Bank BRIsyariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah diharapkan sektor keuangan syariah mampu berakselerasi bahkan di kancah global.